
https://www.antaranews.com
Pojok Kini – Badan PBB yang menangani pengungsi Palestina (UNRWA) mengungkapkan bahwa Israel telah memblokir segala bentuk pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah Gaza utara, yang kini semakin terperangkap dalam kondisi krisis kemanusiaan. Dalam laporan yang dirilis pada Kamis (28/11), UNRWA mengungkapkan bahwa sejak 6 Oktober hingga 25 November, pihaknya telah mencoba sebanyak 91 kali untuk mengirimkan bantuan ke wilayah-wilayah yang membutuhkan di Gaza utara, termasuk Jabalia, Beit Lahia, dan Beit Sahour. Namun, 82 dari upaya tersebut ditolak, sementara 9 lainnya dihalangi oleh pihak Israel.
Menurut UNRWA, upaya untuk memberikan bantuan yang vital bagi lebih dari 65.000 hingga 75.000 orang yang diperkirakan masih tinggal di Gaza utara mengalami hambatan serius. “Selama lebih dari 50 hari, mereka menghadapi kondisi yang semakin sulit untuk bertahan hidup,” kata UNRWA dalam pernyataannya. Badan ini juga memperingatkan bahwa banyak keluarga yang mengungsi ke wilayah lain di Gaza utara hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, tanpa selimut, kasur, atau atap, menghadapi suhu dingin yang ekstrim.
Krisis kemanusiaan di Gaza utara semakin memburuk setelah Israel melancarkan serangan darat besar-besaran pada 5 Oktober 2023. Operasi militer ini bertujuan untuk menghancurkan posisi kelompok perlawanan Palestina, terutama Hamas, yang menurut Israel merupakan ancaman bagi keamanan negara. Namun, banyak pihak yang menilai bahwa tujuan sesungguhnya dari serangan ini adalah untuk menduduki Gaza utara dan menggusur paksa penduduknya. Sejak operasi ini dimulai, tidak ada bantuan kemanusiaan yang diizinkan masuk ke wilayah tersebut, termasuk pasokan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.
Akibatnya, kondisi kehidupan bagi sekitar 80.000 orang yang terjebak di Gaza utara semakin memburuk. UNRWA memperkirakan bahwa sebagian besar penduduk ini kini berada di ambang kelaparan. Selain itu, lebih dari 2.300 orang dilaporkan telah terbunuh akibat serangan tersebut, menurut otoritas kesehatan Palestina. Angka ini merupakan bagian dari kerugian lebih besar dalam perang brutal yang terus berlangsung di Gaza, yang telah menyebabkan hampir 44.300 korban jiwa, sebagian besar di antaranya adalah wanita dan anak-anak.
Pekan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Gaza. Selain itu, Israel juga menghadapi tuntutan di Mahkamah Internasional (ICJ), di mana negara ini didakwa melakukan genosida dalam operasi militernya di Gaza.
Kondisi yang semakin memprihatinkan ini memicu seruan dari berbagai pihak agar segera diadakan gencatan senjata dan akses bantuan kemanusiaan dibuka kembali. Komunitas internasional, termasuk negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, terus mendesak Israel untuk memberikan izin bagi bantuan yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Gaza, yang kini hidup dalam situasi yang sangat sulit.