16 Februari 2025
Komisi II DPR pelantikan kepala daerah sesuai jadwal

Pojok Kini – Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, menyarankan agar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tetap melantik kepala daerah terpilih yang tidak bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Menurutnya, wacana penundaan pelantikan kepala daerah hingga Maret 2025 tidak memiliki dasar yang jelas, khususnya untuk kepala daerah yang terpilih dan tidak terlibat dalam sengketa hukum di MK. Oleh karena itu, Rahmat menegaskan bahwa pelantikan harus tetap dilaksanakan pada Februari 2025 sebagaimana yang telah direncanakan.

Rahmat Saleh menyatakan bahwa hal ini menimbulkan pertanyaan. Jika kepala daerah terpilih tidak memiliki masalah hukum dan tidak terlibat dalam sengketa di MK, pelantikan mereka seharusnya dilaksanakan sesuai ketentuan yang sudah disepakati. Namun, jika ada keputusan dari MK yang menunda pelantikan karena sengketa Pilkada, maka hal tersebut dapat dimaklumi. Dalam keterangannya yang diterima pada Rabu (13/1), Rahmat mengungkapkan kekhawatirannya terkait rencana penundaan yang tidak berdasar untuk kepala daerah yang sudah terpilih tanpa masalah hukum.

Lebih lanjut, Rahmat menekankan bahwa apabila pelantikan kepala daerah ditunda, harus ada kejelasan mengenai dasar hukum penundaan tersebut. Terkait dengan wacana penundaan pelantikan demi keserentakan, Rahmat berpendapat bahwa alasan tersebut tidaklah cukup untuk menunda pelantikan kepala daerah terpilih yang tidak bersengketa.

Ia mengungkapkan bahwa pada Pilkada serentak 2024, terdapat 545 daerah yang menggelar pemilihan, yang terdiri dari 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Dari jumlah tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini telah mencatat sebanyak 309 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada). Ini berarti, lebih dari 200 kepala daerah terpilih yang tidak terlibat sengketa akan terhambat pelantikannya jika rencana penundaan tetap dilaksanakan, meskipun mereka tidak memiliki masalah hukum. Rahmat menilai, selain kepala daerah terpilih, masyarakat juga menjadi korban karena mereka menantikan janji-janji yang dijanjikan oleh pemimpin terpilih.

Selain itu, Rahmat khawatir bahwa penundaan pelantikan kepala daerah terpilih akan menyebabkan terjadinya kekosongan di beberapa daerah. Jika pelantikan kepala daerah terlambat, penjabat kepala daerah (Pj) mungkin kembali dilantik untuk mengisi kekosongan tersebut. Hal ini tentu dapat mengganggu pelaksanaan tugas dan kewajiban yang semestinya dijalankan oleh kepala daerah definitif, dan berpotensi menyebabkan keterlambatan dalam penyelesaian tugas-tugas penting di daerah.

Lebih jauh, Rahmat juga khawatir penundaan pelantikan tidak sejalan dengan jalannya proses Pilkada di MK, khususnya apabila MK memutuskan untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di daerah yang sedang dalam sengketa. Jika terjadi PSU, maka alasan penundaan pelantikan bisa menjadi lebih panjang lagi, dan hal ini bisa berlarut-larut. Rahmat menegaskan, jangan sampai penundaan pelantikan menjadi alasan untuk penundaan lebih lanjut, jika putusan MK menyarankan adanya PSU di daerah yang bersengketa.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2024, pelantikan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terpilih dijadwalkan pada 7 Februari 2025. Sementara itu, pelantikan bupati dan wali kota terpilih akan dilaksanakan pada 10 Februari 2025. Namun, seiring dengan wacana penundaan pelantikan, kini pelantikan direncanakan akan dilakukan setelah seluruh sengketa Pilkada selesai pada 13 Maret 2025.

Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Rahmat Saleh mengingatkan bahwa penundaan pelantikan kepala daerah terpilih yang tidak bersengketa hanya akan menyebabkan ketidakpastian dan merugikan masyarakat serta pemerintahan daerah. Oleh karena itu, pelantikan kepala daerah yang tidak terlibat sengketa di MK harus tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *