7 Februari 2025
Australia Jadi Negara Pertama yang Larang Penggunaan Media Sosial untuk Anak dan Remaja

https://www.antaranews.com

Pojok Kini – Parlemen Australia baru saja mengesahkan undang-undang revolusioner yang melarang anak-anak dan remaja di bawah usia 16 tahun untuk menggunakan media sosial. Dengan pengesahan ini, Australia menjadi negara pertama yang memberlakukan pembatasan semacam itu, menjadikannya langkah besar dalam perlindungan anak-anak di era digital. Undang-undang yang telah disetujui oleh Senat Australia pada Kamis (28/11) ini bertujuan untuk melindungi kesehatan mental serta kemaslahatan anak-anak muda yang semakin terpapar pengaruh dunia maya.

Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menjelaskan bahwa tujuan utama dari pelarangan ini adalah untuk mengurangi dampak negatif media sosial terhadap anak-anak dan remaja. Dalam keterangannya, Albanese menyatakan bahwa pelarangan yang mulai berlaku pada akhir tahun depan ini sangat penting untuk menjamin masa depan yang lebih sehat bagi generasi muda Australia. Dia menegaskan bahwa “kami ingin anak-anak Australia menikmati masa kanak-kanaknya tanpa tekanan dari dunia digital yang bisa merusak kesehatan mental mereka.”

Sebelum disahkan di Senat, undang-undang ini telah lebih dulu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Australia pada Rabu (27/11). Undang-undang ini menetapkan bahwa anak-anak di bawah 16 tahun tidak lagi diperbolehkan untuk memiliki atau mengakses akun di platform media sosial populer seperti TikTok, Instagram, Snapchat, Facebook, Reddit, dan X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter). Bagi perusahaan yang melanggar aturan ini, mereka akan dikenakan denda hingga 50 juta dolar Australia (sekitar Rp516 miliar), sebagai upaya untuk memaksa mereka mengimplementasikan kebijakan ini dengan serius.

Namun, undang-undang ini juga mengatur bahwa pengelola media sosial tidak diperbolehkan untuk memaksa pengguna untuk memberikan bukti identitas seperti KTP digital untuk memverifikasi usia mereka. Hal ini berarti bahwa meskipun perusahaan media sosial perlu mematuhi aturan ini, mereka tidak diwajibkan untuk melaksanakan prosedur verifikasi yang lebih ketat. Pada saat yang sama, pemerintah Australia menyadari bahwa meskipun undang-undang ini ada, masih mungkin ada celah yang digunakan oleh anak-anak untuk mengakses platform media sosial secara ilegal. Akan tetapi, Albanese mengungkapkan bahwa pemerintah telah memberikan pesan tegas kepada pengelola media sosial untuk mengatasi masalah ini.

Salah satu kekhawatiran utama yang mendasari undang-undang ini adalah dampak buruk dari penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental anak-anak dan remaja. Penelitian telah menunjukkan adanya keterkaitan yang signifikan antara penggunaan media sosial dengan penurunan kepercayaan diri, kecemasan, dan masalah psikologis lainnya di kalangan kaum muda. Sejumlah media sosial, meskipun memiliki kebijakan pembatasan usia, sering kali gagal menegakkan aturan ini, dan banyak remaja yang berhasil mengakses akun mereka meskipun mereka belum memenuhi batas usia yang ditentukan.

Beberapa kritikus menganggap undang-undang ini terlalu membatasi kebebasan anak-anak untuk berinteraksi di dunia maya. Namun, bagi pemerintah Australia, langkah ini adalah bentuk reformasi penting yang bertujuan melindungi generasi muda dari kerusakan sosial yang dapat ditimbulkan oleh kecanduan media sosial. “Kami ingin para orang tua tahu bahwa kami berdiri bersama mereka dalam melindungi anak-anak mereka dari potensi bahaya yang dibawa oleh media sosial,” tambah Albanese.

Selain itu, banyak pihak yang menyoroti peran algoritma dalam memanipulasi konten yang dilihat oleh anak-anak dan remaja, yang bisa memicu perilaku kecanduan. Meskipun perusahaan media sosial membantah tuduhan tersebut, penelitian menunjukkan bahwa algoritma memang dirancang untuk membuat pengguna tetap terlibat lebih lama, yang sering kali mengarah pada pengaruh negatif pada perkembangan psikologis mereka.

Dengan pengesahan undang-undang ini, Australia kini menjadi pelopor dalam kebijakan yang memprioritaskan perlindungan mental anak-anak dan remaja di tengah arus perkembangan teknologi dan media sosial yang semakin pesat. Ke depannya, negara-negara lain mungkin akan mengikuti langkah ini untuk memastikan anak-anak mereka tetap terlindungi dari bahaya dunia maya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *