
Sumber: antaranews.com
Pojok Kini – Badan Pertanahan Nasional (BPN) bekerja sama dengan Lembaga Wakaf dan Pertanahan (LWP) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur dalam upaya menyelamatkan aset-aset tanah wakaf yang hingga kini masih belum memiliki sertifikasi resmi. Kolaborasi ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap tanah wakaf yang telah diserahkan kepada Nahdlatul Ulama (NU).
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Jawa Timur, Asep Heri, dalam keterangannya di Surabaya pada Jumat (8/3), menjelaskan bahwa sertifikasi tanah wakaf masih menjadi tantangan besar karena banyak bidang tanah yang belum memiliki dokumen resmi. Oleh karena itu, menurutnya, kerja sama dengan LWP PWNU Jatim menjadi langkah strategis untuk mempercepat proses sertifikasi tersebut.
Ia menyebutkan bahwa masih banyak tanah wakaf yang bermasalah, terutama karena belum adanya akta ikrar wakaf yang menjadi bukti legalitasnya. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat terdahulu yang cenderung tidak membuat dokumen resmi saat mewakafkan tanah. Banyak yang menganggap bahwa pencatatan formal bisa mengurangi nilai keikhlasan dalam berwakaf.
Padahal, Asep menegaskan bahwa akta ikrar wakaf memiliki peran sangat penting dalam menjaga aset wakaf agar tetap terlindungi secara hukum. Tanpa dokumen resmi, aset-aset tersebut rentan mengalami sengketa atau bahkan berpotensi hilang karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
BPN menargetkan bahwa sebanyak 8.000 bidang tanah wakaf yang dimiliki NU dapat disertifikasi dalam waktu dekat. Asep optimistis bahwa dengan kerja sama yang solid antara BPN dan PWNU Jatim, target tersebut bisa tercapai. Ia juga mengajak seluruh pihak yang terlibat untuk berkontribusi dalam upaya ini, baik dari segi waktu, pengetahuan, maupun kewenangan mereka, agar sertifikasi tanah wakaf dapat terselesaikan dengan baik.
Lebih lanjut, BPN Jatim telah mengelompokkan berbagai permasalahan terkait tanah wakaf ke dalam empat kategori utama. Kategori pertama mencakup tanah wakaf yang telah memiliki bukti kepemilikan lengkap sehingga dapat segera disertifikasi. Kategori kedua melibatkan tanah wakaf yang bukti kepemilikannya tidak lengkap, sehingga membutuhkan pendampingan lebih lanjut.
Sementara itu, kategori ketiga mencakup tanah wakaf yang sama sekali tidak memiliki bukti kepemilikan, belum dibuatkan ikrar wakaf, serta pewakafnya telah meninggal dunia. Dalam banyak kasus, dokumen wakaf masih tercatat atas nama pewakaf yang telah wafat, sehingga proses sertifikasinya menjadi lebih kompleks.
Kategori terakhir mencakup tanah wakaf yang masih bermasalah secara hukum, baik karena adanya sengketa atau ketidaksesuaian dokumen dengan kondisi di lapangan.
Asep menyampaikan bahwa BPN menargetkan pada tahun 2025, tanah wakaf yang masuk dalam kategori pertama dan kedua dapat segera diproses untuk sertifikasi. Sementara itu, tanah wakaf yang termasuk dalam kategori ketiga dan keempat akan ditangani oleh tim khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan kendala hukum dan administrasi yang ada.
Upaya ini diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum terhadap tanah wakaf yang telah diserahkan kepada NU, sehingga aset-aset tersebut dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk kepentingan umat. Dengan adanya sertifikasi, tanah wakaf akan lebih terjaga keberadaannya dan terhindar dari potensi penyalahgunaan atau sengketa di masa mendatang.
Melalui sinergi antara BPN dan PWNU Jatim, sertifikasi tanah wakaf diharapkan bisa menjadi solusi konkret dalam menjaga aset keagamaan dan sosial, serta memastikan bahwa wakaf yang telah diberikan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan bagi kepentingan masyarakat.