7 Februari 2025
Surat Perintah Penangkapan Panglima Myanmar: Langkah Menuju Keadilan untuk Etnis Rohingya

https://www.antaranews.com

Pojok Kini – Pemerintah Bangladesh menyambut baik langkah Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing. Langkah ini dianggap sebagai upaya signifikan untuk menegakkan keadilan atas kekejaman yang menimpa minoritas Rohingya di Myanmar. Khalilur Rahman, perwakilan tinggi urusan Rohingya dari Bangladesh, menyatakan bahwa tindakan ini menjadi titik awal penting untuk memastikan akuntabilitas dan keadilan bagi para korban kekejaman.

Pada Rabu (27/11), Jaksa Utama ICC, Karim Khan, mengajukan permintaan resmi untuk penerbitan surat perintah penangkapan terhadap Min Aung Hlaing. Pemimpin militer Myanmar tersebut dituduh bertanggung jawab atas berbagai kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk deportasi dan penganiayaan terhadap etnis Rohingya, yang terjadi antara 25 Agustus hingga 31 Desember 2017. Dalam pernyataannya, Khan menegaskan bahwa kejahatan ini menyebabkan penderitaan besar bagi komunitas Rohingya, termasuk memaksa lebih dari satu juta orang meninggalkan rumah mereka.

Sebagian besar dari mereka yang melarikan diri kini tinggal di kamp pengungsian di Bangladesh. Menurut ICC, kekerasan sistematis terhadap Rohingya dilakukan oleh berbagai elemen negara Myanmar, termasuk militer, kepolisian, penjaga perbatasan, serta warga sipil non-Rohingya. Penyelidikan resmi atas kasus ini dimulai pada 2019 dan menyoroti peran aktif Min Aung Hlaing sebagai pemimpin tertinggi militer Myanmar, atau yang dikenal sebagai Tatmadaw.

Di sisi lain, pemerintah Myanmar terus membantah tuduhan genosida yang diajukan terhadap mereka. Mereka mengklaim bahwa operasi militer yang dilakukan hanyalah respons terhadap serangan kelompok pemberontak Rohingya yang dianggap mengancam keamanan negara. Namun, laporan dari berbagai organisasi hak asasi manusia serta badan internasional membuktikan bahwa kekerasan yang terjadi jauh melampaui tindakan keamanan, melibatkan pelanggaran serius seperti pembunuhan massal, pemerkosaan, pembakaran desa, dan deportasi paksa.

Langkah ICC ini mendapat apresiasi dari Bangladesh, negara yang menjadi tempat perlindungan utama bagi para pengungsi Rohingya. Shamsud Douza, pejabat tinggi urusan pengungsi pemerintah Bangladesh, menilai bahwa penerbitan surat perintah ini telah mengembalikan perhatian internasional pada krisis Rohingya yang selama ini terabaikan. Menurutnya, tekanan internasional harus terus ditingkatkan untuk memastikan Myanmar bertanggung jawab atas tindakan yang telah merugikan jutaan orang ini.

Min Aung Hlaing sendiri saat ini merupakan pemimpin tertinggi Myanmar setelah merebut kekuasaan melalui kudeta militer pada 2021. Posisi tersebut memperkuat kendali dan pengaruhnya atas negara yang sebelumnya berada di bawah pemerintahan sipil. Namun, kekuasaannya juga membuatnya semakin berada di bawah sorotan internasional terkait berbagai dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Bagi Bangladesh, langkah ICC ini diharapkan tidak hanya menjadi simbol penegakan keadilan, tetapi juga membawa dampak konkret dalam penyelesaian krisis Rohingya. Saat ini, lebih dari satu juta pengungsi Rohingya tinggal di kamp-kamp yang penuh sesak di wilayah Cox’s Bazar, Bangladesh. Kondisi di kamp-kamp tersebut semakin memburuk akibat keterbatasan sumber daya dan meningkatnya ancaman keamanan, baik dari dalam maupun luar komunitas pengungsi.

Pendekatan yang lebih tegas dari komunitas internasional, termasuk langkah hukum seperti yang dilakukan ICC, dianggap penting untuk memberikan tekanan pada Myanmar. Langkah ini juga diharapkan membuka jalan bagi solusi yang lebih berkelanjutan, termasuk upaya repatriasi yang aman, bermartabat, dan sukarela bagi para pengungsi Rohingya.

Meskipun surat perintah penangkapan ini merupakan langkah awal, jalan menuju keadilan penuh masih panjang dan penuh tantangan. Myanmar belum menjadi anggota ICC, sehingga eksekusi surat perintah ini bergantung pada tekanan internasional dan kemauan negara-negara lain untuk membantu. Namun, bagi komunitas Rohingya dan Bangladesh, langkah ini memberikan harapan baru bahwa keadilan akhirnya mungkin akan terwujud, meskipun perlahan.

Dengan meningkatnya sorotan terhadap kasus ini, diharapkan dunia internasional dapat bersatu dalam menuntut akuntabilitas Myanmar atas tindakan mereka. Kekejaman yang dialami etnis Rohingya adalah pengingat tragis akan pentingnya perlindungan hak asasi manusia, dan langkah ICC ini menjadi bagian dari upaya global untuk memastikan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan tidak dibiarkan tanpa hukuman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *