19 April 2025
China Kecam Kebijakan AS

Sumber: antaranews.com

Pojok Kini – Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, menyatakan bahwa negaranya tidak dapat menerima kebijakan Amerika Serikat yang dianggap bersikap kontradiktif dalam menjalin hubungan bilateral. Menurutnya, pemerintah AS, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, telah menyampaikan keinginan untuk membangun hubungan yang baik dengan China. Namun, di saat yang sama, Washington justru terus meningkatkan tarif perdagangan terhadap produk-produk asal China.

Dalam konferensi pers tahunan yang diadakan di Beijing pada Jumat (7/3), Wang Yi menegaskan bahwa tidak ada negara yang dapat membangun hubungan baik dengan China jika pada saat yang sama berupaya menekan dan membatasi perkembangan ekonomi negara tersebut. Ia menyebut bahwa pendekatan semacam itu tidak hanya menghambat stabilitas hubungan bilateral, tetapi juga menghilangkan rasa saling percaya antara kedua negara.

Konferensi pers ini merupakan bagian dari sidang parlemen tahunan China yang dikenal sebagai “Dua Sesi,” yang berlangsung pada 4-11 Maret 2025. Dalam forum ini, pemerintah China membahas evaluasi kinerja tahun sebelumnya serta menyusun rencana strategis untuk tahun mendatang.

Ketegangan perdagangan antara kedua negara semakin meningkat setelah pada 4 Maret 2025, AS menaikkan tarif impor barang dari China dari 10 persen menjadi 20 persen. Washington beralasan bahwa kebijakan tersebut dilakukan sebagai respons terhadap kurangnya tindakan China dalam menghentikan masuknya fentanil ke AS. Fentanil merupakan obat antinyeri golongan opioid yang sering disalahgunakan dan telah menyebabkan krisis kesehatan di AS.

Menanggapi hal itu, Wang Yi menegaskan bahwa China telah lama memiliki kebijakan yang sangat ketat dalam memberantas perdagangan narkotika. Sejak awal 2019, pemerintah China telah mengkategorikan fentanil sebagai zat terlarang berdasarkan permintaan AS. Menurutnya, permasalahan penyalahgunaan fentanil yang terjadi di AS merupakan tanggung jawab pemerintah AS sendiri dan bukan sepenuhnya kesalahan China.

Ia juga mengkritik kebijakan tarif sepihak yang diterapkan oleh AS terhadap produk-produk asal China. Menurut Wang Yi, keputusan tersebut tidak mencerminkan sikap negara besar yang bertanggung jawab. Selain itu, ia meminta AS untuk mengevaluasi kebijakan perdagangannya sendiri dengan mempertanyakan apakah perang dagang yang mereka lakukan telah memberikan hasil yang diharapkan. Wang mempertanyakan apakah defisit perdagangan AS mengalami perbaikan, apakah daya saing produk manufaktur AS meningkat, dan apakah inflasi di negara tersebut dapat dikendalikan setelah menerapkan kebijakan tarif terhadap China.

China menegaskan bahwa hubungan ekonomi antara kedua negara harus didasarkan pada prinsip kerja sama yang saling menguntungkan. Wang Yi menyatakan bahwa jika AS memilih untuk bekerja sama, maka kedua negara dapat memperoleh manfaat bersama. Namun, jika Washington tetap berusaha menekan China, maka Beijing akan dengan tegas memberikan perlawanan.

Sebagai dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, Wang Yi menekankan bahwa China dan AS harus dapat hidup berdampingan secara damai. Ia mengingatkan kembali pernyataan Presiden Xi Jinping dalam percakapan teleponnya dengan Presiden Trump pada awal tahun ini bahwa konflik dan konfrontasi bukanlah pilihan yang tepat bagi kedua negara. Menurutnya, China dan AS memiliki banyak kepentingan yang saling beririsan serta ruang kerja sama yang luas untuk mencapai kemakmuran bersama.

China juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus berusaha membangun hubungan bilateral yang stabil dan berkelanjutan berdasarkan prinsip saling menghormati dan kerja sama yang saling menguntungkan. Di sisi lain, Wang Yi berharap agar AS dapat bersikap lebih objektif dalam melihat perkembangan ekonomi China serta lebih terbuka untuk berdialog demi menciptakan hubungan yang harmonis antara kedua negara.

Ketegangan perdagangan antara kedua negara semakin memanas setelah sebelumnya Trump mengumumkan rencana untuk menerapkan tambahan tarif 10 persen terhadap semua barang impor dari China pada 4 Februari 2025. Namun, keputusan tersebut akhirnya ditunda selama satu bulan.

Kemudian, pada 10 Februari 2025, China membalas langkah AS dengan menerapkan tarif 10 hingga 15 persen terhadap berbagai produk pertanian asal AS. Selain itu, pemerintah China juga memasukkan sejumlah perusahaan AS di bidang penerbangan, pertahanan, dan teknologi ke dalam “daftar entitas yang diragukan” serta menerapkan kontrol ekspor terhadap produk-produk AS.

Setelah kebijakan tambahan tarif 10 persen mulai berlaku di AS, China merespons dengan mengenakan tarif 15 persen terhadap impor berbagai produk pertanian dari AS, termasuk ayam, gandum, jagung, dan kapas. Tak hanya itu, tarif tambahan sebesar 10 persen juga dikenakan terhadap produk-produk seperti sorgum, kedelai, daging babi, daging sapi, produk laut, buah-buahan, sayuran, dan produk susu asal AS.

Sebagai langkah lanjutan, China menghentikan impor kayu dari AS, menangguhkan izin ekspor kedelai dari tiga perusahaan AS, serta memulai investigasi anti-dumping terhadap produk serat optik yang berasal dari AS.

Ketegangan perdagangan yang terus meningkat ini mencerminkan bagaimana kedua negara masih sulit mencapai titik temu dalam hubungan ekonomi mereka. Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang saling membalas, hubungan dagang antara AS dan China tampaknya akan tetap menjadi salah satu isu global yang menarik perhatian dalam beberapa waktu ke depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *